Senin, 22 Desember 2014

Contoh Kasus Fraud Auditing Perusahaan Multikultural



KASUS FRAUD AUDITING PHAR MOR INC,

Phar Mor Inc, termasuk perusahaan terbesar di Amerika Serikat yang dinyatakan bangkrut pada  bulan Agustus 1992 berdasarkan undang-undangan U.S. Bangkruptcy Code. Phar mor merupakan perusahaan retail yang menjual produk yang cukup bervariasi, mulai dari obat-obatan, furniture, elektronik, pakaian olah raga hingga videotape. Pada masa puncak kejayaannya, Phar Mor mempunyai 300 outlet besar di hampir seluruh negara  bagian dan memperkerjakan 23,000 orang karyawan yang berpusat di Youngstown, Ohio, United States. Phar-Mor dididrikan oleh Michael I. Monus atau biasa disebut Mickey Monus dan David S. Shapira di tahun 1982. Beberapa toko menggunakan nama Pharmhouse and Rx Place. Slogan Phar-Mor adalah ”Phar -Mor power buying gives you Phar-Mor buying power”.

Sejarah mencatat kasus Phar Mor Inc. sebagai kasus yang melegenda di kalangan auditor keuangan. Eksekutif Phar Mor sengaja melakukan fraud untuk mendapat keuntungan financial yang masuk ke dalam saku pribadi individu di jajaran top manajemen perusahaan. Dalam melakukan fraud, top manajemen Phar Mor membuat dua laporan keuangan yakni, laporan inventory dan laporan bulanan keuangan (monthly financial report). Dan kedua laporan ini kemudian dibuat ganda oleh pihak manajemen. Satu set laporan inventory berisi laporan inventory yang benar (true report,), sedangkan satu set laporan lainnya berisi informasi tentang inventory yang di adjusment dan ditujukan untuk auditor eksternal. Demikian juga dengan laporan bulanan keuangan, laporan keuangan yang benar berisi tentang kerugian yang diderita oleh perusahaan ditujukan hanya untuk jajaran eksekutif. Laporan lainnya adalah laporan yang telah dimanipulasi sehingga seolah-olah perusahaan mendpat keuntungan yang berlimpah. Dalam mempersiapkan laporan-laporan tersebut, manajemen Phar Mor sengaja merekrut staf dari akuntan publik (KAP) Cooper &Lybrand, staf - staf tersebut kemudian turut dimainkan dalam fraud tersebut dan sebagai imbalan telah membuat laporan ganda mereka diberikan kedudukan jabatan penting.
 
Phar Mor Inc, merupakan pengecer barang-barang kering yang berkantor pusat diYoungstown, Ohio, didirikan pada tahun 1982 oleh David Shapira dan Michael I Monus.Monus sebagai Presiden dari Phar-Mor dan sangat terlibat dalam kegiatan operasional. Shapira,CEO dari  jaringan supermarket Giant Eagle, selaku pemegang saham terbesar Phar-Mor danmenjadi CEO. Perusahaan tumbuh dengan cepat dari satu toko ditahun 1982 menjadi lebih dari300 toko dengan  penjualan senilai $3 M dalam 10 tahun. Ciri khas dari toko Phar-Mor selalumemberikan barang- barang diskon dengan pembelian dalam jumlah yang banyak. Barangdagangannya berupa video tape sampai dengan resep obat-obatan. Tahun 1980an, Youngstown masih terguncang dengan restrukturisasi industri bajanya.Hampir 50,000 pekerjaan hilang dan banyak bisnis yang meninggalkan pusat kota. Dibawahkepemimpinan Monus, Phar-Mor menjadi Youngstown dengan pendukung dan karyawanterbesar. Monus memulai dengan mengambil alih dua bangungan kosong di pusat kota,mengoperasikan toko Phar-Mor yang pertama dan mengkonversikan dalam bentuk lain dengancara mengosongkan departement store, menjadi kantor pusat Phar-Mor. Kantor pusat menjadititik fokus acara-acara yang ada dikota tersebut. Monus juga mendukung kegiatan kembang apidipusat kota dan Camp Tuff Enuff, sebuah program beresiko bagi anak-anak kecil dikotatersebut. Monus mewakili Universitas Youngstown, dimana masing-masing keluarga diberikankursi bisnis.Monus membujuk Ladies Professional Golf Association untuk mengadakan kejuaraandi Youngstown bagi orang-orang yang antusias dan penggemar olahraga. Kemudian diamencoba menarik Denver Rockies setelah gagal membujuk Major League Baseball sebagaifranchise untuk piala Youngstown. Tahun 1987, mOdus memulai liga bola basket dunia, yangterdiri dari 10 tim dari masing-masing kota.Catatan: Sebagian besar informasi yang disajikan diambil dari laporan berita didasarkanlaporan yang disiapkan oleh pengadilan yang ditunjuk sebagai pemeriksa Jay Alix.Phar-Mor mulai mengalami kerugian pada tahun 1987. Kerugian tersebut tersembunyidari pantauan Monus dan beberapa bawahan melakukan  peningkatan persediaan, aktivalainnya, kewajibnan dan biaya lainnya untuk menutupi margin  profit yang terus menyusut. Duaset buku disimpan, buku besar perusahaan yang berisi laporan  palsu dan buku besar tersembunyi yang terus membukukan laporan yang salah. Tindakan tersebut untuk menutupikerugian dan memungkinkan mereka untuk meminta sejumlah bonus dari kinerja sertamempertahankan akses ke pasar modal dan permohonan kredit.
 
 Laporan keuangan yang keliru digunakan untuk tujuan kredit senilai $1 M sebagaitambahan modal dari investor, termasuk Sears, Roebuck & Co, Westinghouse Electric Corp; beberapa  pengembang mall Mr Edward DeBartolo; dan mitra perusahaan sebagai afiliasi dariLazare Freres. Sebagai perusahaan dengan kondisi keuangan yang memburuk, mereka bergantung kepada pembayaran dari supplier untuk menyembunyikan kerugian perusahaan. Supplier seperti Coca Cola Enterprises Inc, Fuji Photo Co dan Gibson Greetings Inc membayar senilai $138 juta antara tahun 1988 dan tahun 1992 sebagai pertukaran dengan Phar-Mor untuk tidak mereka dalam persaingan merk.Phar-Mor membeli sejumlah barangnya dengan para supplier yang dikenal ataumemiliki hubungan dengan para eksekutif atau direktur Pahr-Mor. Contohnya, perusahaanmenyewa sejumlah peralatan telepon dari perusahaan yang sebagian dimiliki oleh Monus.Menjual pakaian olahraga dari adanya Liga Bola Basket Dunia. Perhiasan imitasi dibeli dariJewelry 90, Youngstown membeli sejumlah perhiasan tersebut dari grosir New York. Jewelry90 dimiliki oleh David Karzmer, rekan bisnis dari Monus. Ayah Michael Monus, adalahdirektur dari Phar-Mor, bekerja sebagai konsultan dari Jewelry 90. Dia dibayar senilai$354,754 untuk bekerja selama enam bulan di tahun 1992. Jika Phar-Mor membeli langsungdari grosir di New York akan menghemat senilai $2,1 M. Selama musim panas tahun 1992, agen perjalanan Youngstown mengatakan kepada Edward DeBartolo sebagai pemegang saham independen bahwa unit Phar Mor-telahmelakukan  pembayaran senilai $ 80.000 untuk menyelesaikan rekening tunggakan Liga BasketDunia. DEBartolo meneruskan informasi tersebut ke Shapira, untuk dilakukan investigasi internal terhadap Phar-Mor. Penyelidikan mengungkapkan bahwa DeBartolo hanya melihat puncak dari suatu permasalahan. Selama beberapa tahun, Monus telah menyalurkan sejumlahdana sekitar $10  juta ke Liga Basket Dunia. Sebagai mitra umum di liga tersebut, 60% diasebagai pengendali dari masing-masing tim, dengan demikian Monus bertanggung jawabterhadap pembiayaan liga tersebut. Pemilik tim mengatakan bahwa setiap kali mereka membutuhkan uang, mereka akan menghubungi direktur keuangan Phar Mor-atau kontak kedivisi usaha kecil dan uang akan segera dikirimkan. Monus juga menggunakan sebanyak apapun uang untuk keperluan pribadi, termasuk $ 180.000 untuk sebuah rumah dengan lahanseluas 18.000 kaki persegi baru ia membangun, lengkap dengan lapangan basket. Sejumlah petugas lainnya dan direksi telah mendapat manfaat dengan mengorbankan Phar-Mor.

Analisis : Dalam Kasus Phar Mor yang telah diuraikan sebelumnya, Pihak Top Management dan Auditor Internal telah melakukan fraud demi kepentingan pribadi mereka. Phar Mor terbukti telah melakukan fraud dengan memberikan insentive berupa imbalan kepada auditor internal (insentive). Auditor Internal dari suatu organisasi berfungsi sesuai dengan kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh manajemen senior dan atau dewan. Tujuan, kewenangan, dan tanggung  jawab bagian audit internal harus dinyatakan dalam dokumen tertulis yang formal, misalnya dalam anggaran dasar organisasi. Anggaran dasar harus menjelaskan tentang tujuan bagian audit internal, menegaskan lingkup pekerjaan yang tidak dibatasi, dan menyatakan bahwa bagian audit internal tidak memiliki kewenangan atau tanggung jawab dalam kegiatan yang mereka periksa.

Sumber : http://www.scribd.com/doc/249251916/Kasus-Fraud-Auditing-Phar-Mor-Inc#scribd

Contoh Kasus Fraud Accounting Perusahaan Multikultural di Luar Negeri



Fraud adalah tindakan curang, yang dilakukan sedemikian rupa sehingga menguntungkan diri-sendiri/kelompok atau merugikan pihak lain (perorangan, perusahaan atau institusi)
Fraud mengandung beberapa unsur, yaitu:
  • Tindakan yang disengaja
  • Kecurangan
  • Keuntung pribadi/kelompok atau kerugian di pihak lain
Menurut Alison (2006) dalam artikel yang berjudul Fraud Auditing mendefinisikan kecurangan (Fraud) sebagai bentuk penipuan yang disengaja dilakukan yang menimbulkan kerugian tanpa disadari oleh pihak yang dirugikan tersebut dan memberikan keuntungan bagi pelaku kecurangan. Kecurangan umumnya terjadi karena adanya tekanan untuk melakukan penyelewengan atau dorongan untuk memanfaatkan kesempatan yang ada dan adanya pembenaran (diterima secara umum) terhadap tindakan tersebut.
Sebagai konsep legal yang luas, kecurangan menggambarkan setiap upaya penipuan yang disengaja, yang dimaksudkan untuk mengambil harta atau hak orang atau pihak lain. Dalam konteks audit atas laporan keuangan, kecurangan didefinisikan sebagai salah saji laporan keuangan yang disengaja. Dua kategori yang utama adalah pelaporan keuangan yang curang dan penyalahgunaan aktiva.
Fraud auditing atau audit kecurangan adalah upaya untuk mendeteksi dan mencegah kecurangan dalam transaksi-transaksi komersial. Untuk dapat melakukan audit kecurangan terhadap pembukuan dan transaksi komersial memerlukan gabungan dua keterampilan, yaitu sebagai auditor yang terlatih dan kriminal investigator.

Contoh Kasus Perusahaan Multikultural di Luar Negeri
            Frank Dorrance, seorang manajer audit senior untuk Bright and Lorren,CPA baru saja diinformasikan bahwa perusahaan berencana untuk mempromosikannya menjadi rekanan pada 1 atau 2 tahun ke depan bila ia terus memperlihatkan tingkat mutu yang tinggi sama seperti masa sebelumnya. Baru saja Frank ditugaskan untuk mengaudit Machine International sebuah perusahaan grosir besar yang mengirimkan barang keseluruh dunia yang merupakan klien Bright and Lorren yang bergengsi. Selama audit, Frank menentukan bahwa Machine International menggunakan metode pengenalan pendapatan yang disebut “tagih dan tahan” yang baru saja dipertanyakan oleh SEC. Setelah banyak melakukan riset, Frank menyimpulkan bahwa metode pengenalan pendapatan tidaklah tepat untuk Machine International. Ia membahas hal ini dengan rekanan penugasan yang menyimpulkan bahwa metode akuntansi itu telah digunakan selama lebih dari 10 tahun oleh klien dan ternyata tepat. Frank berkeras bahwa metode tersebut tepat pada tahun sebelumnya tetapi peraturan SEC membuatnya tidak tepat tahun ini. Frank menyadari tanggung jawab rekan itu untuk membuat keputusan akhir, tetapi ia merasa cukup yakin untuk menyatakan bahwa ia merencanakan untuk mengikuti persyaratan SAS 22 (AU 311) dan menyertakan sebuah pernyataan dalam kertas kerja bahwa ia tidak setuju dengan keputusan rekannya. Rekan itu memberitahukan Frank bahwa ia tidak akan mengizinkan pernyataan demikian karena potensi implikasi hukum. Namun, ia mau menulis sebuah surat kepada Frank yang menyatakan bahwa ia mengambil tanggung jawab penuh untuk keputusan akhir bila timbul suatu permasalahan hukum. Ia menutup dengan mengatakan, “Frank, rekan harus bertindak seperti rekan. Bukan seperti meriam lepas yang berusaha untuk membuat hidup menjadi sulit bagi rekan mereka. Anda masih harus bertumbuh sebelum saya merasa nyaman dengan anda sebagai rekan.”
Terdapat fakta-fakta yang relevan. Dalam kasus ini, fakta-fakta tersebut adalah :
Metode pengenalan pendapatan yang digunakan Machine International merupakan metode yang dipertanyakan oleh pihak SEC.
Setelah melakukan riset, Frank menemukan bahwa metode tersebut tidak sesuai bagi Machine Internatioal. Frank mengetahui bahwa metode tersebut memang tepat pada tahun sebelumnya tetapi peraturan SEC membuatnya tidak tepat tahun ini.
Frank merencanakan untuk mengikuti persyaratan SAS 22 (AU 311) dan menyertakan sebuah pernyataan dalam kertas kerja bahwa ia tidak setuju dengan keputusan rekannya.
Rekannya meminta Frank agar sependapat dengan dirinya untuk menyetujui penggunaan metode tersebut karena metode tersebut telah digunakan selama bertahun-tahun dan diyakini ketepatannya.
Rekannya menawarkan surat pernyataan bahwa bila terjadi suatu permasalahan hukum, maka ia mengambil tanggung jawab penuh akan hal tersebut. Mengidentifikasi isu-isu etika berdasarkan fakta-fakta tersebut. Isu etika dari dilema tersebut adalah apakah merupakan hal yang etis bagi Frank untuk mengeluarkan pernyataan bahwa ia tidak setuju dengan keputusan rekannya mengingat rekan merupakan orang yang membuat keputusan akhir serta berada di atas kedudukannya saat ini sebagai manajer senior.

Analisis :  Semua keputusan sepenuhnya berada di tangan Frank, tentunya ia harus mempertimbangkan secara matang akan dilema yang diadapinya saat ini. Secara ekstrim, jika ia tetap menjunjung akan SPAP dan PSAK maka ia akan tetap menuliskan ketidak setujuannya akan keputusan rekannya dalam menangani kasus tersebut mengingat metode akuntansi yang digunakan klien tidaklah sesuai dengan aturan yang diberikan SEC. Namun jika ia menyetujui pendapat rekannya maka kemungkinan ia akan memperoleh kedudukannya sebagai rekan yang akan ia peroleh 1 atau 2 tahun ke depan serta adanya pandangan bahwa ia telah menunjukkan sikap menghargai dan menghormati keputusan rekannya. Sementara di satu pilihan lainnya Frank dapat memilih untuk tidak melakukan kegiatan penugasan tersebut melihat adanya risiko yang cukup besar pada hasil auditnya nanti.

Sumber :

PERKEMBANGAN ETIKA BISNIS DAN PROFESI DI INDONESIA



Etika bisnis dapat dikatakan baru berkembang dalam satu dua dasawarsa terakhir ini. Jika dibandingkan dengan etika khusus lainnya sebagai cabang etika terapan, seperti etika politik, dan kedokteran, etika bisnis dirasakan masih sangat baru. Dengan semakin gencarnya pembicaraan mengenai etika bisnis di masyarakat bersama dengan hidupnya kegiatan bisnis di negera kita, mulai disadari bahwa etika bisnis perlu mendapatkan perhatian yang lebih besar, khususnya dalam kerangka perilaku bisnis di Indonesia.
Disadari bahwa tuntutan dunia bisnis dan manajemen dewasa ini semakin tinggi dan keras yang mensyaratkan sikap dan pola kerja yang semakin profesional. Persaingan yang makin ketat juga juga mengharuskan pebisnis dan manajer untuk sungguh-sungguh menjadi profesional jika mereka ingin meraih sukses. Namun yang masih sangat memprihatinkan di Indonesia adalah bahwa profesi bisnis belum dianggap sebagai profesi yang luhur. Hal ini disebabkan oleh pandangan masyarakat yang menganggap bahwa bisnis adalah usaha yang kotor. Itulah sebabnya bisnis selalu mendapatkan konotasi jelek, sebagai kerjanya orang-orang kotor yang disimbolkan lintah darat yaitu orang yang mengeruk keuntungan secara tidak halal menghisap darah orang lain. Kesan dan sikap masyarakat seperti ini sebenarnya disebabkan oleh orang-orang bisnis itu sendiri yang memperlihatkan citra negatif tentang bisnis di masyarakat. Banyak pebisnis yang menawarkan barang tidak bermutu dengan harga tinggi, mengakibatkan citra bisnis menjadi jelek. Selain itu juga banyak pebisnis yang melakukan kolusi dan nepotisme dalam memenangkan lelang, penyuapan kepada para pejabat, pengurangan mutu untuk medapatkan laba maksimal, yang semuanya itu   merupakan bisnis a-moral dan tidak etis dan menjatuhkan citra bisnis di Indonesia.
Rusaknya citra bisnis di Indonesia tersebut juga diakibatkan adanya pandangan tentang bisnis di masyarakat kita, yaitu pandangan praktis-realistis dan bukan pandangan ideal. Pandangan praktis-realistis adalah pandangan yang bertumpu pada kenyataan yang berlaku umum dewasa ini. Pandangan ini melihat bisnis sebagai suatu kegiatan di antara manusia untuk memproduksi, menjual dan membeli barang dan jasa untuk memperoleh keuntungan. Pada pandangan ini ditegaskan secara jelas bahwa tujuan dari bisnis adalah mencari laba. Bisnis adalah kegiatan profit making, bahkan laba dianggap sebagai satu-satunya tujuan pokok bisnis. Dasar pemikiran mereka adalah keuntungan itu sah untuk menunjang kegiatan bisnis itu. Tanpa keuntungan bisnis tidak mungkin berjalan. Friedman dalam De George (1986) menyatakan bahwa dalam kenyataan keuntunganlah yang menjadi satu-satunya motivasi dasar orang berbisnis. Karena orang berbisnis inginmencari keuntungan, maka orang yang tidak mau mencari keuntungan bukan tempatnya di bidang bisnis. Inilah suatu kenyataan yang tidak bisa disangkal. Lain halnya dengan pandangan ideal, yaitu melakukan kegiatan bisnis karena dilatarbelakangi oleh idealisme yang luhur.

Analisis : Pada dunia bisnis, upaya untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya merupakan hal yang wajar. Bahkan upaya ini akan menyemarakkan keseluruhan sistem perekonomian nasional, dalam arti keuntungan yang sebesarbesarnya didapatkan dengan melaksanakan berbagai kegiatan yang akan mempengaruhi perekonomian. Hanya saja sikap yang timbul dari kesadaran bahwa bisnis hanya mencari keuntungan telah mengakibatkan perilaku yang menjurus menghalalkan segala cara demi mencari keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa mengindahkan nilai-nilai manusiawi lainnya seperti adanya persaingan tidak sehat, monopoli, kecurangan, pemalsuan, eksploitasi buruh dan sebagainya. Melihat pandangan bisnis di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa etika bisnis di Indonesia masih jelek. Citra jelek tersebut disebabkan oleh pandangan pertama yang melihat bisnis hanya sebagai sekedar mencari keuntungan.

Sumber : dion.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/35636/Konsep+Etika+Bisnis.docx