Hukum
Perjanjian
Suatu
perjanjian adalah suatu perbuatan dengan satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang lain atau lebih, dengan kata lain perjanjian
merupakan perbuatan hukum untuk mendapatkan seperangkat hak dan kewajiban
dengan pihak lain beserta segala konsekuensinya.
Standar Kontrak
Standar
kontrak merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan telah dituangkan dalam
bentuk formulir. Kontrak ini telah ditentukan secara sepihak oleh salah satu
pihak, terutama pihak ekonomi kuat terhadap pihak ekonomi lemah. Biasa juga
disebut sebagai perjanjian baku. Standar Kontrak memiliki ciri-ciri sbb:
- Isinya ditetapkan secara sepihak oleh pihak yang berposisi (ekonomi) kuat
- Masyarakat (debitur) sama sekali tidak ikut bersama-sama menetukan isi perjanjian
- Terbentur oleh kebutuhannya, debitur terpaksa menerima perjanjian itu
- Bentuk tertentu (tertulis)
- Dipersiapkan secara massal dan kolek
Suatu kontrak dianggap sah (legal) dan mengikat, maka perjanjian tersebut harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Menurut ketentuan pasal 1320 KUHP Perdata, ada empat syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu perjanjian, yaitu :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
Syarat pertama merupakan awal dari terbentuknya perjanjian, yaitu adanya kesepakatan antara para pihak tentang isi perjanjian yang akan mereka laksanakan. Oleh karena itu timbulnya kata sepakat tidak boleh disebabkan oleh tiga hal, yaitu adanya unsur paksaan, penipuan, dan kekeliruan. Apabila perjanjian tersebut dibuat berdasarkan adanya paksaan dari salah satu pihak, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
Pada saat penyusunan kontrak, para pihak khususnya manusia secara hukum telah dewasa atau cakap berbuat atau belum dewasa tetapi ada walinya. Di dalam KUH Perdata yang disebut pihak yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah orang-orang yang belum dewasa dan mereka yang berada dibawah pengampunan.
3. Mengenai suatu hal tertentu
Secara yuridis suatu perjanjian harus mengenai hal tertentu yang telah disetujui. Suatu hal tertentu disini adalah objek perjanjian dan isi perjanjian. Setiap perjanjian harus memiliki objek tertentu, jelas, dan tegas. Dalam perjanjian penilaian, maka objek yang akan dinilai haruslah jelas dan ada, sehingga tidak mengira-ngira.
4. Suatu sebab yang halal
Setiap perjanjian yang dibuat para pihak tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Dalam akta perjanjian sebab dari perjanjian dapat dilihat pada bagian setelah komparasi, dengan syarat pertama dan kedua disebut syarat subjektif, yaitu syarat mengenai orang-orang atau subjek hukum yang mengadakan perjanjian, apabila kedua syarat ini dilanggar, maka perjanjian tersebut dapat diminta pembatalan. Juga syarat ketiga dan keempat merupakan syarat objektif, yaitu mengenai objek perjanjian dan isi perjanjian, apabila syarat tersebut dilanggar, maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Namun,apabila perjanjian telah memenuhi unsur-unsur sahnya suatu perjanjian dan asas-asas perjanjian, maka perjanjian tersebut sah dan dapat dijalankan
Macam-macam Perjanjian
1. Perjanjian bernama, yaitu merupakan perjanjian-perjanjian yang diatur dalam
KUH Perdata. Yang termasuk ke dalam perjanjian ini, misalnya: jual beli, tukar
menukar, sewa menyewa, dan lain-lain.
2. Perjanjian-perjanjian yang tidak teratur dalam KUH Perdata. Jadi dalam hal
ini para pihak yang menentukan sendiri perjanjian itu. Dan ketentuan-ketentuan
yang ditetapkan oleh para pihak, berlaku sebagai undang-undang bagi
masing-masing pihak.
Menurut Mariam
Darus Badrulzaman, perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara. Pembedaan
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Perjanjian timbal balik. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan
kewajiban pokok bagi kedua belah pihak. Misalnya perjanjian jual-beli.
2. Perjanjian cuma-cuma dan perjanjian atas beban. Perjanjian
dengan cuma-cuma adalahperjanjian yang memberikan keuntungan bagi salah satu
pihak saja. Misalnya: hibah. Sedangkan perjanjian atas beban adalah perjanjian
di mana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontrak prestasi
dari pihak lain, dan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut
hukum.
3. Perjanjian khusus (benoend) dan perjanjian umum (onbenoend).
Perjanjian khusus adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri.
4. Perjanjian kebendaan (zakelijk) dan perjanjian
obligatoi. Perjanjian kebendaan adalah perjanjian dengan mana seorang
menyerahkan haknya atas sesuatu, kepada pihak lain. Sedangkan perjanjian
obligatoir adalah perjanjian dimana pihak-pihak mengikatkan diri untuk
melakukan penyerahan kepada pihak lain (perjanjian yang menimbulkan
perikatan.
5. Perjanjian konsensuil dan perjanjian riil. Perjanjian konsensuil adalah
perjanjian di mana di antara kedua: belah pihak telah tercapai persesuaian
kehendak untuk mengadakan perikatan-perikatan.
6. Perjanjian-Perjanjian yang istimewa sifatnya. (a) Perjanjian liberatoir
yaitu perjanjian di mana para pihak membebaskan diri dari kewajiban yang ada,
misalnya pembebasan hutang (kwijtschelding) (b) Perjanjian pembuktian (bewijsovereenkomst)
yaitu perjanjian dimana para pihak menentukan pembuktian apakah yang berlaku di
antara mereka. (c) Perjanjian untung-untungan, misalnya prjanjian asuransi (d)
Perjanjian publik: yaitu perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh
hukum publik, karena salah satu pihak bertindak sebagai penguasa (pemerintah),
misalnya perjanjian ikatan dinas.
Saat
Lahirnya Perjanjian
Ada beberapa
teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya perjanjian yaitu:
a. Teori Pernyataan (Uitings Theorie)
Menurut teori ini, perjanjian telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran telah ditulis surat jawaban penerimaan. Dengan kata lain perjanjian itu ada pada saat pihak lain menyatakan penerimaan/akseptasinya.
b. Teori Pengiriman (Verzending Theori).
Menurut teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya perjanjian. Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya perjanjian.
c. Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya perjanjian adalah pada saat jawaban akseptasi diketahui isinya oleh pihak yang menawarkan.
d. Teori penerimaan (Ontvangtheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban, tak peduli apakah surat tersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah saat surat tersebut sampai pada alamat si penerima surat itulah yang dipakai sebagai patokan saat lahirnya perjanjian.
a. Teori Pernyataan (Uitings Theorie)
Menurut teori ini, perjanjian telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran telah ditulis surat jawaban penerimaan. Dengan kata lain perjanjian itu ada pada saat pihak lain menyatakan penerimaan/akseptasinya.
b. Teori Pengiriman (Verzending Theori).
Menurut teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya perjanjian. Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya perjanjian.
c. Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya perjanjian adalah pada saat jawaban akseptasi diketahui isinya oleh pihak yang menawarkan.
d. Teori penerimaan (Ontvangtheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban, tak peduli apakah surat tersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah saat surat tersebut sampai pada alamat si penerima surat itulah yang dipakai sebagai patokan saat lahirnya perjanjian.
Pembatalan
dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian
Penyebab Pembatalan Perjanjian
- Pekerja meninggal dunia
- Jangka waktu perjanjian kerja berakhir
- Adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
- Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan kerja, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.
- Pekerja meninggal dunia
- Jangka waktu perjanjian kerja berakhir
- Adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
- Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan kerja, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.
Pelaksanaan Suatu Perjanjian
Itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus harus megindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk memperoleh hak milik ialah jual beli. Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya. Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar